Saturday, 7 October 2017

ETIMOLOGI SITI

Oleh: Laila Nurbarkah

            Konsep anjuran pemberian nama terhadap seorang anak telah disampaikan oleh Kanjeng Nabi SAW. dalam haditsnya. Bahwasanya disunatkan memberi nama anak yang baru lahir pada hari ke tujuh. Berikut ini keterangan yang dikutip dari kitab Adzkar Nawawi,
 Adalah sunah menamai anak pada hari ketujuh terhitung dari hari kelahiran. Adapun dalilnya ialah riwayat al-Tirmidzi yang bersumber dari Amar bin Syu’aib, dari bapaknya, dari kakeknya, bahwasanya Nabi SAW memerintahkan untuk menamai anak pada hari ketujuh.”
Selanjutnya, Kanjeng Nabi SAW. menganjurkan untuk memberi nama yang baik. Sebagaimana dalam hadits riwayat Abu Darda, Kanjeng Nabi Saw. bersabda,
“Sesungguhnya kalian akan dipanggil pada hari Kiamat nanti dengan nama-nama kalian dan nama-nama ayah kalian, maka baguskanlah nama-nama kalian”
Lalu, menurut Arkand Bodhana Zeshaprajna—seorang ahli metafisika nama dan tanggal lahir, nama bukan sekedar kumpulan kata melainkan mengandung energi. Adapun bagi orang  tua, pemberian nama kepada anak-anak mereka merupakan do‘a dan harapan. Semoga kelak mereka—anak-anaknya—menjadi pribadi yang bermanfaat bagi sesama, menjadi anak yang shalih-shalihah, dan segenap kalimat do’a lainnya. Demikian pula, ihwal nama, KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) pun memiliki arti yang telah dirumuskan. ‘Nama’ ialah 1) kata untuk menyebut atau memanggil orang (tempat, barang, binatang, dan sebagainya); 2) gelar, sebutan; 3) kemasyhuran, kebaikan (keunggulan), kehormatan.
Siti. Begitu banyak perempuan-perempuan di Indonesia yang memiliki nama demikian. Adalah Siti Maemunah, Siti Fatimah, Siti Rokayah, Siti Aisah, Siti Maesaroh, Siti Nurlela, Siti Masitoh, Siti Nurohmah, Siti Jamaliah, Siti Mutoharoh, Siti Rahmawati. Nama Siti tersebut digunakan di awal. Ada juga yang menggunakan nama Siti di tengah, seperti Lia Siti Nurlaila, Enok Siti Nurhalimah, Mega Siti Patimah, dll.
Bahkan, masyarakat kita kerap menyebut nama-nama perempuan di zaman para nabi pun diawali dengan nama Siti. Seperti, Siti Hawa istri Nabi Adam as., Siti Sarah & Siti Hajar keduanya adalah istri dari Nabi Ibrahim as., Siti Maryam ibu dari Nabi Isa as., Siti Khadijah istri Nabi Muhammad Saw., dan Siti Fatimah ialah salah satu putri Nabi Muhammad SAW.
Sebagian berpendapat bahwa ‘Siti’ diambil bahasa Arab. Bahwa ‘Siti’ adalah panggilan kehormatan bagi perempuan. Namun, dalam teks-teks berbahasa Arab fusha sangat jarang bahkan tidak ditemukan panggilan ‘Siti’. Tapi panggilan kehormatan bagi perempuan yang ditemukan dalam teks-teks bahasa Arab fusha[1] adalah Sayyidah. Misal Sayyidah Khadijah, Sayyidah Fatimah, dsb.  Lantas Siti? Katanya bahasa Arab?
Dalam suatu perkuliahan yang diikuti, saya menemukan jawaban dari seorang native speaker atau penutur asli bahasa Arab yang berasal dari Mesir. Ketika itu beliau mengampu mata kuliah bahasa Arab Amiyah[2]. Salah satu materi yang saya tangkap di perkuliahan itu adalah kata “Sitt”. Dalam dialek Arab Amiyah Mesir, ‘Sitt’ artinya perempuan.  Dan menurut analisa saya—secara subjektif, kemudian barangkali kata tersebut terintegrasi ke dalam Bahasa Indonesia menjadi ‘Siti’ yang dipakai oleh sebagian besar nama perempuan. Sebenarnya nama ‘Siti’ bukan hanya berada di Indonesia. Di Malaysia pun ada. Kita sangat mengenal penyanyi asal Malaysia yang suaranya merdu, pelantun lagu cindai, Siti Nurhaliza. Dan barangkali di negara-negara rumpun Melayu lainnya pun terdapat nama Siti. Adapun awal mula terintegrasinya nama ‘Siti’ di Indonesia saya belum tahu kapan mulai terjadinya. Mesti dilakukan penelitian lebih lanjut.
Telah dijelaskan di awal, nama’Siti’ identik dengan perempuan. Namun, bagaimana dengan nama ‘Syekh Siti Jenar’?. Namanya Siti tapi bergelar ‘Syekh’. Syekh Siti Jenar memang bukan seorang perempuan tapi Syekh Siti Jenar berjenis kelamin laki-laki. Ia seperguruan dengan Sunan Kalijaga dan merupakan murid Sunan Bonang. Lantas, apa arti ‘Siti’ pada nama Syekh Siti Jenar? Jika diartikan perempuan sudah tidak relevan lagi karena Syekh Siti Jenar adalah laki-laki.
Jawabannya—setelah mencari dari beberapa sumber, salah satunya dari internet,  ternyata Siti ada dalam bahasa Sansekerta yang banyak diserap ke dalam bahasa Jawa. Nama “siti” berasal dari kata ‘Ksiti’ yang artinya bumi, tanah, tempat hidup.
Wallahu a‘lamu []



[1] Bahasa Arab fusha adalah bahasa Arab standar yang merupakan bahasa resmi pada negara-negara Arab.Bahasa ini merupakan bahasa Arab “tinggi” yang dipakai oleh para ulama dan sarjana; dengan kata lain bahasa kaum literati atau dianggap bahasa orang alim. Jadi bahasa arab standar biasanya hanya dipakai dalam konteks yang resmi, seperti dalam diskursus ilmiah, naskah-naskah perjanjian dan lain-lain.
[2] Bahasa Arab Amiyah adalah bahasa arab umum dan sering disebut sebagai bahasa arab pasaran adalah bahasa arab yang dipakai dalam percakapan sehari-hari di dunia arab, bahasa ini lebih luas dipakai dalam kehidupan sehari-hari, karena bangsa arab suka bergaul dan berhubungan dengan bangsa lainnya, maka bahasa arab bercampur dengan bahasa daerah setempat, pengaruh bahasa lokal terhadap bahasa arab menyebabkan terdapat banyak sekali dialek, diantaranya bahasa arab dialek Mesir, Maghribi, Iraq, Sudan, Hijazi, Najd, Yaman dan bahkan setiap suku bangsa arab memiliki dialek dan intonasi penuturan tersendiri.