Thursday, 23 July 2015

MAHASISWA SUNDA, ‘NGAMUMULÉ BASA SUNDA’



MAHASISWA SUNDA, ‘NGAMUMULÉ BASA SUNDA’*
Oleh: Laila Nur Barkah
            Menurut Acep Hermawan (2010:8), bahasa merupakan realitas yang tumbuh dan berkembang sesuai dengan tumbuh kembangnya manusia pengguna bahasa itu. Realitas bahasa dalam kehidupan ini semakin menambah kuatnya eksistensi manusia sebagai makhluk berbudaya dan beragama.
            Bangsa Indonesia begitu kaya akan keragaman bahasa, suku dan budaya. Tercatat di Pusat Bahasa Depdiknas pada tahun 2008 bangsa Indonesia memiliki lebih dari 746 bahasa daerah. Namun ada bahasa daerah yang sudah punah disebabkan komunitas yang sedikit, diwariskan turun temurun secara lisan. Akibatnya setelah penutur aslinya tidak ada, bahasa daerah itu pun punah.
            Basa Sunda merupakan bagian dari kekayaan bahasa daerah di Indonesia. Sekitar 15,2% bangsa Indonesia ialah suku Sunda. Dan suku Sunda merupakan etnik kedua terbesar di Indonesia.
            Tidak diketahui kapan basa Sunda lahir. Tetapi ada bukti yang merupakan keterangan tertua. Yaitu ditemukannya prasasti di abad-14. Prasasti tersebut ditemukan di Kawali Kabupaten Ciamis. Ditulis dengan menggunakan aksara dan basa Sunda buhun (kuno). Prasasti tersebut dibuat pada masa pemerintahan Prabu Niskala Wastukancana (1397-1475).
Di prasasti itu tertulis “Nihan tapak walas nu siya mulia, tapak inya Prabu Raja Wastu mangadeg di Kuta Kawali, nu mahayuna kadatuan Surawisésa, nu marigi sakuliling dayeuh, nu najur sakala désa. Ayama nu pandeuri pakéna gawé rahayu pakeun heubeul jaya dina buana” (inilah peninggalan mulia, sungguh peninggalan Eyang Prabu Adipati Wastukentjana yang bertahta di Kawali, yang memperindah keraton Surawisesa, yang membuat parit pertahanan sekeliling ibu kota, yang menyejahterakan seluruh negeri. Semoga ada yang datang kemudian membiasakan diri berbuat kebajikan agar lama berjaya di dunia).
Dan sebagian kata-kata yang ada di prasasti tersebut dijadikan lirik di bait pertama dari mars Kabupaten Ciamis yang berbunyi, “Pakéna gawé rahayu. Pakeun heubeul jaya di buana. Ciamis natar udagan. Mapag mangsa datang. Nanjung tur gumilang.......”
Kembali ke basa Sunda, basa Sunda merupakan warisan budaya dan merupakan identitas suku Sunda. Bukan milik para budayawan Sunda ataupun kolot-kolot baheula. Tetapi milik kita semua, urang Sunda. Termasuk di dalamnya adalah kita, mahasiswa.
Ngamumulé berarti menjaga, memelihara untuk tetap lestari. Dan ngamumulé basa Sunda merupakan tindakan agar basa Sunda tetap eksis dalam keragaman bahasa daerah di Indonesia. Pula basa Sunda merupakan bagian dari kekayaan budaya Bangsa Indonesia.
Jika kita simak sekarang ini, banyak urang Sunda yang kian meninggalkan basa Sunda. Misalnya ibunya orang Tasikmalaya, bapaknya asal Bandung. Bisa berbahasa Sunda. Tetapi anaknya tidak bisa berbahasa Sunda. Karena sejak kecil tidak dikenalkan bahasa daerah, namun secara langsung dilatih menggunakan bahasa Indonesia. Sebab alasan trend saat ini, pun alasan lainnya.
Selanjutnya, sebagian besar mahasiswa di Tasikmalaya berasal dari Jawa Barat dan urang Sunda. Dan fenomena yang terjadi banyak mahasiswa yang memilih untuk tidak menggunakan basa Sunda dalam pergaulannya sehari-hari dengan alasan yang beragam. Ada yang menganggap basa Sunda ialah bahasa kolot atau kuno yang tak seharusnya digunakan dalam pergaulan saat ini.
Lalu, sebagian dari fenomena lainnya banyak pelajar dan mahasiswa urang Sunda yang kesulitan menggunakan dan menempatkan kata. Seperti kata ngabantun dan nyandak, dongkap dan sumping, mulih dan wangsul dan kata-kata Sunda lainnya. Sehingga memilih untuk tidak menggunakan basa Sunda. Contoh sederhana misalnya ada seseorang yang ditanya, Mulih ti mana teh? Maka jawaban yang tepat dalam basa Sunda ialah, Wangsul ti..........”. Tetapi ada yang memilih tidak menjawab dengan basa Sunda. Misal jawaban, “Emh, Aku dari....” . Padahal sang penjawab bisa berbahasa Sunda.
Jika fenomena-fenomena di atas kerap terjadi, maka basa Sunda perlahan-lahan akan terkikis dan dalam jangka waktu yang relatif lama basa Sunda bisa habis dalam artian punah, karena tidak digunakan lagi oleh penuturnya. Selanjutnya, nanti, bisa jadi suku Sunda yang merupakan etnik kedua terbesar di Indonesia namun ia  kehilangan jati dirinya sebab bahasanya telah tiada.
Jika kita amati kampus kita—IAIC, banyak mahasiswa yang berasal dari Bandung, Ciamis, Tasikmalaya, Bogor, Pangandaran, Karawang, Sukabumi dan kabupaten lainnya yang berada di provinsi Jawa Barat. Maka sudah semestinya kita bisa ngamumulé basa Sunda dengan cara apa pun. Baik dalam percakapan sesama, dalam pesan singkat (SMS), atau dalam chatting facebook dengan urang Sunda dan cara lainnya.
Miris. Jika basa Sunda lenyap akibat ulah urang Sundanya sendiri. Sama dengan bangsa Indonesia kehilangan sebagian harta kekayaannya atau bisa dikatakan bangsa Indonesia miskin perlahan-lahan. Tidak. Tidak akan terjadi jika kita sebagai mahasiswa—yang merupakan bagian dari masyarakat Sunda, urang Sunda dan hidup di lingkungan yang nyunda mau untuk ngamumulé basa Sunda.
Wallāhu’alam []

*) Tulisan ini telah dimuat di majalah izdihar—majalah kampus IAIC (Institut Agama Islam Cipasung) Tasikmalaya

Tuesday, 21 April 2015

BARU DATANG, CATATAN TADI MALAM

BARU DATANG, CATATAN TADI MALAM (1)

Aku mendapati detik jam yang mati. Hening yang kian ramai di udara malam dan ayam yang baru saja berkokok di arah sana. Entah, tiba-tiba aku ingin memegang nadi dan dada kiri. Menghela nafas sebentar. Sekejap memejamkan mata. Dan, ya, ada waktu yang bersemayam di sini. Di tubuh ini detak semacam detik jam yang bergetar dan berbunyi. Ritmenya teratur, bunyinya pula. Tapi bunyinya tak sekeras detik jam itu--yang kini detiknya telah mati.
Waktu ialah utusan Tuhan yang memberikan batas untuk segala kehidupan di sini. Waktu semacam roh yang bisa pulang ketika dipanggil Tuhan. Semua benda punya waktu. Manusia pun demikian.
Waktu ialah putaran. Pun kehidupan merupakan putaran dan sejatinya berbentuk lingkaran. Baik segi tiga, segi empat, segi lima bahkan segi enam pun, jika sudutnya ditiadakan maka bentuk itu menjadi lingkaran.
Dan lingkaran semacam simbol kekekalan Tuhan. Tiada pangkal, tiada ujung.


Desember 2014

Elaboration Versus Simplification And Reading Comprehension



Elaboration Versus Simplification
And
Reading Comprehension

Saeideh Ahangari

Islamic Azad University /Tabriz Branch


Abstract

            Use of simplification and elaboration to enhance input comprehension has attracted attention of SLA researchers. It is commonly believed that simplifying input will enhance L2 comprehension; however, several researchers have argued against its use because (a) simplifying input does not necessarily aid comprehension (e.g. Blau, 1992) and (b) it removes from the input linguistic items that L2 learners need to learn (e.g. Yano, Long and Ross, 1994). Input elaboration has been proposed as an alternative to simplification under the belief that it aids comprehension but does not hinder language learning.
            The present study investigates the relative effects of two types of input modification, i.e. simplification and elaboration on 120 Iranian EFL university students’ reading comprehension. Participants were divided into two proficiency levels (low and high) based on their proficiency test scores. Two English reading passages in one of three forms, (a) baseline, (b) simplified, (c) elaborated were presented to participants. The data were analyzed by ANOVA  test. The results showed that input modification enhances reading comprehension. A post hoc t-test computed between low- level participants and high- level participants showed that there is a significant difference between the performance of that two groups exposed to different types of modified texts. However, elaboration instead of simplification is suggested, because elaboration provides more native like input. It helps the readers in reading comprehension while it does not deprive them of linguistic items and essential vocabularies that they may need later in real communications. Instruction with elaborated input may accelerate the progression to fluent reading of original, unmodified texts, which is the ultimate goal of foreign language reading comprehension.
Key words: input modification, simplification, elaboration,
1. Introduction

            Emphasis on reading ability of foreign language learners has come to be one of the most important methodological topics in the field of English to speakers of other languages, because it is considered a significant tool in leaning all academic subjects. Nowadays readers need to read and comprehend English written texts successfully because of today’s widespread and international use of English language.
            Reading has one overriding purpose to get meaning from a text. According to Nunan (1999) “it involves processing ideas generated by others that are transmitted through language. It involves highly complex cognitive processing operations” (p.249).
Reading is a kind of communication. It involves the transmission of information from one person to another.
            Mac Laughlin (1987) believes that of all the skills the child must acquire in school, reading is most complex and difficult. The child who accurately and efficiently translates a string of printed letters into meaningful communication may appear to be accomplishing a complex task. In fact the child is engaging in complex interactive processes that are dependent on multiple sub skills and enormous amount of coded information. (Celce-Murcia, 1991).
            So learning to read either in first or second language is one of the most crucial tasks a learner encounters. I t must be enhanced in foreign language situations, especially in countries like Iran. To be successful in other areas of language skills, reading is a need.
            Reading had been neglected in the past because the emphasis had been on speaking and listening as the skills mostly required as the result of assumptions held by audio-lingual method advocates, and also as the result of the view which regarded reading as a passive process because the reader didn’t produce the message in the same sense as the speaker.
            Later on the importance of reading became evident to everybody. “ reading knowledge of a foreign language in many parts of the world is important to academic studies, professional success, and personal developments” (Alderson & Urquarhart 1984). Reading is probably the most important skill that students need for success in their studies. As students rarely have opportunities to talk to native speakers, the reading skill can fulfill this gap. Confirming the importance of reading skill, Chastain (1988) claims that “ language learners need large amount of comprehensible input and reading materials provide the most reading available source. Classroom use of comprehensible reading materials can help to alleviate the learners problem.
            Being a good reader necessitates to be a good comprehender. Efficient comprehension requires the ability to relate the textual materials to one’s own knowledge of the words, sentences, and the whole text involves more than just relying on one’s linguistic knowledge, because as Alderson (1977) points out , every act of comprehension involves one’s knowledge of the world as well.
            Reading comprehension undeniably involves two necessary elements: readers’ role and the role of the text in classroom activities. “Effective teaching of reading comprehension necessitates an understanding and analysis of its nature and components, including both text and reader variables.” (Keshavarz, Atai, & Ahmadi, 2007.p.1)     Foreign language classroom is a place which is designed to facilitate the process of language learning, and in classroom pedagogical bridge are built by the teacher and text to equip learners with skills and knowledge which enable them to interact with language materials and comprehended them completely.
            Use of simplification and elaboration to enhance input comprehension has attracted attention of SLA researchers. It is commonly believed that simplifying input will enhance L2 comprehension; however, several researchers have argued against its use because (a) simplifying input does not necessarily aid comprehension. (e. g, Blau 1982), and (b) it removes from the input linguistic item that L2 learners need to learn ( e. g, Yano, Long and Ross 1994). Input elaboration has been proposed as an alternative to simplification under the belief that it aids comprehension but does not hinder language learning.

 2. THE ROLE OF INPUT IN FOREIGN LANGUAGE LEARNING

            Input has been defined as “…the potentially processable language data which are made available by chance or by design, to the language learner” (Sharwood Smith 1993). In the 1950s and 1960s the debate between Skinner and Chomsky about the child’s acquisition of language started the enquiry into how input is related to acquisition. Behaviourist learning theory (e. g, Skinner, 1957) supposed that language learning occurred through a stimulus * response * feedback process. This model of learning supposed that imitation was a necessary precondition for language learning. Learners would receive language input through listening as stimulus, and learn through imitation of this input. Imitation, together with the effects of corrective feedback acting as a reinforcement, would lead to the successful internalistion of new language items which would be added to the learner’s grammar. Listening had a key role in the behaviourist view of language learning, both as the channel for the input of the stimulus, and also for the reinforcement of learning. Early SLA theories assigned key roles to input, as stimulus, and feedback.
             This view of language learning was discredited largely through the work of Chomsky (1959). He believed that learning of L1 was unlike the learning of any other complex skill and that humans innately possess a language acquisition device which could be used to act on language input and create language capability. For Chomsky then, input served to trigger the innate language learning processes and mechanisms with humans are born. He did not address the question of L2 learning, but these innatist ideas influenced the role ascribed to input by later SLA theorists, such as Krashen (1982, 1994).
             Krashen formulated a theory of second language acquisition called Monitor Theory. One of the central tenets of this theory is known as “comprehensible input” hypothesis. This hypothesis states that learners acquire grammar and vocabulary by getting and understanding language that is slightly beyond their current level of competence.
             The selection and use of input is the central aspects of teaching reading how we identify sources, select among them, and construct tasks around them are the most salient decisions in the teaching of reading. Input must become intake in order to be required. Schmidt (1990) states that input must be noticed in order to be acquired.


2.1. INPUT MODIFICATION


Since no one would deny the necessity of input comprehension for second language acquisition (SLA) it is of interest to inquire how input is made comprehensible to L2 learners with limited proficiency. Motivated by studies in caretaker speech in first language acquisition, SLA researchers have investigated native speaker’s input adjustments toward L2 learners.
Input targeted to L2 learners is often called “foreign talk” ( Fergusan, (1975), or “ teacher talk” in the classroom situation. ( Chaudron, 1988 ), and research has revealed that input to non-native speakers is adjusted, or modified in various ways.
When one discusses the role of input modification, it is useful to keep in mind two different criteria that can be paraphrased into two questions (a) what is modified? (b) how is it modified? With regard to the first question, studies have investigated modifications at different linguistic levels, i. e, phonology, lexicon, syntax and discourse. ( chaudron, 1988) the other question, ( how is input modified?) can be addressed to modifications of lexicon and syntax.
            Modifications to input can be divided onto two types: simplification and elaboration. Simplification, in the form of less complex vocabulary and syntax, has widely been used in commercially published L2 reading materials under the belief that the use of controlled vocabularies and short simple sentences will facilitate L2 reading comprehension. More specifically, typical features of linguistic simplification include the use of shorter utterances, simpler syntax, simpler lexis, deletion of sentence elements or morphological inflections, and preference for canonical word order. (Parker & chaudron, 1987).
            Elaboration is the form in which unfamiliar linguistic items are offset with redundancy and explicitness (Yano, Long, & Ross, 1994). Elaboration of input involves increasing redundancy and actualizing underlying thematic relations straightforwardly. Redundant information is added to the text through the use of repetition, paraphrase, and appositionals (Long, 1996). Thus elaboration can be defined as follows:
Features such as slower speech, clearer articulation and emphatic stress, paraphrase, synonyms and restatements, rhetorical signaling devices. Self repetition, and suppliance of optional syntactic signals (e.g. relative and complement clause markers) serve neither to simplify nor complexify the surface form, …. Rather, they are clarifications of meaning only, opportunities for the listener/reader to better decode the communication. (parker, & chaudron, 1987)
Studies of input modification provide some evidence for the comparative value of elaborated versus simplified language as input.


2.2.TEXT SIMPLIFICATION/ ELABORATION


            When text is modified is necessary to consider the factors of linguistic and cultural integrity. Authentic material can be adapted but the dangers of simplification are great, especially with material which has a strong cultural quality, such as historical interpretation. The issues involved in simplification and modification of texts are primarily lexical and syntactical. Examples of the former are: moving to cognates; moving from longer to shorter words; moving from stylistic breadth to repetition of key words and removing redundant vocabulary. Examples of the latter are: reducing sentences length/ use of subordinating conjunctions and moving from paragraphs to bullet-points.

            Though simplified texts are generally easier to understand, some researchers argue against the use of simplification. In the first language reading research, Green & Olsen (1988) found that readability- adapted ( i. e, simplified) materials were not significantly easier for children to understand than the originals. In L2 reading study, Blau (1982) demonstrate that simple sentences only do not necessarily aid comprehension.

            Although simplification may increase the comprehensibility of written input for nonnative readers, several researchers have pointed out its disadvantage. The use of limited vocabulary and short, simple sentences in simplified texts is likely to result in “choppy, unnatural” (Blau, 1982) discourse. In terms of language learning even if simplification may facilitate comprehension, it has a crucial weakness. In that comprehension is achieved by removing items that L2 learners need to learn. To quote Yano et al (1994):

            Removal of possibly unknown linguistic items from a text
May facilitate comprehension but will simultaneously deny learners access to the items they need to learn. Linguistic simplification can be self-defeating to the extent that the purpose of a particular text, which learners are unlikely ever to encounter again outside the classroom, but the learning of the language in which the text is written and/ or the development of transferable, not text-specific, reading skills.


            Simplification of the language and content of reading materials could induce learners to develop reading strategies that are inappropriate for un-simplified target language materials ( Honeyfield, 1977) because the process of simplification often leaves the relationship between pieces of information unclear. This can be problematic, especially when a specific task, for example, inferencing, requires and understanding of those relationship. Byrd (2000) has referred to the danger of using inauthentic simplified materials, stating that “these materials can remain difficult because of the loss of connectors and other language used to guide the reader through the text” (p. 2).
            So it is though that elaboration can be used as an alternative input modification, because it can also increase learners, reading comprehension and it dose not remove from the passage important materials they may need to learn and also by way of being exposed to elaborate texts, learners can learn some extra materials and language elements as well.

Yano, Long, Ross, (1994) named two different processes ‘simplification’ and ‘elaboration’ and gave the following example:

Baseline version:
Because he had to work at night to support his family, Paco often fell asleep in class.
Simplified version:
Paco had to make money for his family. Paco worked at night. He often went to sleep in class.

Elaborated version:
Paco had to work at night to earn money to support his family, so he often fell asleep in class the next day during his teacher’s lesson.

Thus in the elaborated version:

· The first clause in the original has become main from subordinate

· The name Paco has been fronted

· To earn money has been added to help with the word support

· Next day has been added to confirm the temporal/ casual relationship between night
   work and tiredness

· During his teacher’s lessons has been added to clarify in class

            In this way an elaborated version may become longer than an original version, but will read more naturally than a simplified version, and may be comprehended better, because links are more explicit.
In the 1994 study Yano, Long Ross found that simplification and elaboration both improved comprehension of a range of texts, but there was no significant difference between the two approaches. Elaboration resulted in longer texts, with higher readability ratings and therefore more difficult tasks-so the better reading scores (compared with the unmodified text reading scores) do represent a positive result on the effectiveness of the process.
            The authors thought elaboration was superior to simplification for two reasons: it improves comprehension; and it provides learners with the rich linguistic form they need for further language learning. They also felt that simplification probably aid weaker L2 learners more and is superior if explicitly stated factual information needs to be extracted. But elaboration probably helps readers who need to make inferences from the texts Tweissi (1988) looked at fully simplified texts as against lexically or syntactically simplified texts. He found that there was a significant difference in effect on reading comprehension between the lexically simplified and the fully simplified texts in favour of lexical simplification, ie that full simplification can result in greater comprehension difficulty.




 3. THE STUDY

            It has been observed that majority of Iranian students are poor readers in English. Most of the problems of second language reading and reading comprehension were viewed as being essentially decoding problems, deriving meaning from printed based on the assumption that simplification will enhance decoding the meaning of the texts, many writers and teachers try to simplify the original text, but unfortunately it deprives the learners of many language elements, that they will later on need them in their language production.
            In this paper an alternative input modification, i. e, elaboration has been suggested. The purpose is to find out whether elaboration will enhance comprehension without depriving learners of important language elements. Thus the present study attempted to determine the relative effectivness of simplification and elaboration on the reading comprehension of Iranian EFL learners at two proficiency level; high level and low proficiency students. If elaboration is as effective as simplification for comprehension, it will constitute an alternative approach to written input modification because it allows more native like target language input.
            This study therefore aims at answering the following question:
1-      Does input modification enhance reading comprehension, as shown by student’s scores on a multiple-choice comprehension test?
2-      Will readers of an elaborated passage comprehended the passage as well as the readers of the simplified version?
3-      Is there any relationship between the student’s English proficiency and the effect of modification type?

 

3.1. METHOD


3.1.1.Subjects and Design


      This study, conducted in April 2004 involved 240 Iranian university EFL learners. Learners were chosen among first year and last year students. Before the research began, all classes were administered a TOEFL proficiency test previously determined to be valid and reliable, in order to divide the students into two levels of proficiency and investigate whether there were significant differences in proficiency level among the three groups of each level. On the basis of their scores on the TOEFL test, 120 students were selected for the study: 60 students among first year students whose scores were lower than 50 out of 100, considered as low level and 60 students among last year students were selected who have obtained more than 50 out of 100 considered as high level. Then the students of each level were divided into three groups. Thus there were six groups in all: (HP-B) high level students given baseline text: (HP-S) high level students given simplified text. (HP-E) high level students given elaborated version text. (LP-B) low level students given baseline text. (LP-S) low level students given simplified text finally (LP-E) low level students given elaborated text.
      To verify that the students at each proficiency level were homogenous at that level , a one-way ANOVA was performed among the groups of each level. For the low level groups (the computed F with 2/57 df = 1.36, with alpha set at.05). It was smaller than the critical F (5.01) and indicated no statistically significant difference among the TOEFL scores of the three subgroups. For the high level groups ( the computed F with 2/57 df= 0.04, with alpha set at .05). It was also smaller than the critical F (5.01) which indicated no significance difference among the scores of the subgroups.( see table 1 and 2).


Table 1. Summary table for the analysis of variance for low level proficiency test


Source of variation                   sum of squares            df                mean score        f

Among groups                                247                         2                   123.5
Within groups                             5138.85                     57                  90.155           1.36
                                                       ……….                  ….
     Total                                        5385.85                   59



Table 2. Summary table for the analysis of variance for high level proficiency test


Source of variation                   sum of squares            df                mean score        f

Among groups                                 7.04                        2                   3.52
Within groups                                4679.9                     57                  82.10             0.04
                                                       ……….                  ….
     Total                                          4686.94                   59




3.1.2. Materials


Baseline Reading Passages

      The two passages adopted for the study were selected from reading 1 ( Mirhassani 1995) The passages which were chosen, were rather difficult ones, so that we could simplify and elaborate them. Their required no specific background knowledge to minimize the possible influence of content schema on the reading task. The students’ familiarity with each of the passage were checked and The researcher became sure that they were not familiar with these passages.


Modified reading passages

   
            A major research aim was to examine the effect of input modification on reading comprehension, so three versions were prepared: baseline, simplified and elaborated, of each of the two passages. There were totally six passages. Simplified passages contained shorter sentences, easier vocabularies and less complex structures. The embedded clauses were changed into two separate sentences. Low frequency words either were omitted or replace by their synonyms.
            Elaborated passages prepared by adding redundant information to text through the use of repetition, paraphrases, appositional, examples, synonyms and definition of low  frequency vocabularies.


Examples:
Baseline text:

            As he approached the bedside with a fast-beating heart he felt, overwhelmingly, the significance of this, the real starting-point of his life. How often had he envisaged it, as in crowd of students, he had watched a demonstration in Professor Lamplough’s wards.

Simplified text


            When he came near the beside, his heart was beating fast. He felt the importance of this starting time of his life. Before when he was watching and listening to the  explanation of professor lamloughin hospital with his friends, he had imagined this moment.

Elaborated


            As he approached and came near the beside with a fast beating heart, he felt the greatness and overwhelming significance of this moment. This moment was the real starting of his medical life. How often had he envisaged and imagined this situation when he was a student among a crowd of students while he was watching a demonstration or explanation of Professor Lamplough in hospital sections and words.

 

3.1.2.2.Reading Comprehension Test


The students’ comprehension of the texts was measured with 20-item multiple-choice test consisting of 10 items for the each version of the first passage and 10 items for the each version of the first passage and 10 items for the each version of the second passage. All students took the same tests irrespective of the form of the reading passage they read. Students were told to read and try to understand two passages and to answer 20 multiple-choice questions. The students could refer back to the texts during the comprehension test.

4. DATA ANALYSIS


            The data obtained through the test were divided into groups according to both the students’ proficiency level (high/low) and the form of reading passages (B, S, E) that they were given. So there were six groups: (HP-B), (HP-S), (HP-E) and (LP-B), (LP-S), (LP-E) in each group data were collected from 20 students. In low level proficiency there were totally 60 students. In high proficiency level there were also 60 students forming three groups.
            The data were analyzed by means of conducting a one way ANOVA (analysis of variance) among the three groups of each level. With alpha set at .05. (see table 4 for low level results and table 5 for high level results) Raw scores (0-20) each of which indicates the degree if perceived comprehension for each student across one version of a text, were summed up. The students’ scores in reading comprehension test thus constituted the dependent variable for the ANOVA.


 

4.1. RESULTS


As shown by the mean scores on the 20-items comprehension test ( table 3 students in the high proficiency group taking the simplified version of the texts scored highest (M=16.5), followed by those who read the elaborated passages (M=16.4) and the students in the high level who read the baseline scored the lowest (M=16.25).
In the low proficiency level, students reading the simplified texts performed better (M=14.95) followed by those reading elaborated versions (M=14.5), and those reading the baseline texts did the worst (M=10.5)


Table 3: Means and standard deviations for comprehension scores by type of text



Level and

Text version                      N                           M                            SD
……………………………………………………………………………………………
High proficiency

Baseline                             20                        16.25                          2.17 
Simplified                          20                        16.5                            1.90
Elaborated                          20                        16.4                           1.84


Low proficiency

Baseline                             20                         10.5                           2.72   
Simplified                          20                         14.95                         1.86
Elaborated                          20                         14.5                           2.66

 

According to the results of the one-way ANOVA for high level groups (Table.4) there wasn’t significance difference among the scores of three groups exposed to three different text versions: (F=0.08, df=2/57, p=.05). As critical F (5.06) is bigger than computed F (0.08), so the difference is not meaningful. 
.

Table 4. Summary table for the analysis of variance for high level reading test


Source of variation                   sum of squares            df                mean score        f

Among groups                                0.64                        2                   0.32
Within groups                                223.55                     57                  3.92              0.08
                                                       ……….                  ….
     Total                                           224.19                   59


But for the low level groups computed F (F= 20.65, df=2/57, p=.05) which was more than the critical F (5.06) showed that there is a significance  difference among three groups’ performances.




 

Table 5. Summary table for the analysis of variance for low level reading test


Source of variation                   sum of squares            df                mean score        f

Among groups                                247.44                   2                   123.72
Within groups                                 341.5                     57                   5.99               20.65
                                                       ……….                 ….
     Total                                           588.94                   59



 As the mean score of the elaborated and simplified versions were close to each other, but they differed greatly with the baseline version, a post hoc computation was done between (LP-E) and (LP-B) groups. A post hoc independent t-test computed between low level students  reading baseline texts and low level students reading elaborated texts showed that there is a significance difference between the performance of that two groups; computed t (t=3.25, df=38, p=.05) was more than the critical t (2.021).

 

 

5. DISCUSSION


The most important research question motivating this study was whether input modification enhances reading comprehension. The result of the ANOVA procedures give strong support for a positive answer to this critical research question; students who had read modified passages scored higher on the comprehension test than did those at the same proficiency level who read unmodified versions of the same passages. LP students who had read modified passages significantly outperformed those who had the baseline versions. HP readers of the modified passages also performed better than readers of the baseline passages, although difference in their scores was not statistically significant.
The answer to the second question was also positive, because there wasn’t a significant difference between the scores of students who had read the simplified passages and the scores of students who had read the elaborated versions.
Results of the statistical analysis revealed that, given the same type of passage, the high proficiency group students always scored higher that the low proficiency group students on the reading comprehension test. So modified versions were mostly effective for low level students than the high level students. Thus research question 3 was answered in the positive way, there is a relationship between the students’ English proficiency level and the effect of modified type. i.e, modified texts are mainly more comprehensible and effective for low level students than for high level students. LP students benefited from input modification to a greater extent than the HP students did.            

 


6. CONCLUSION


This study has presented some support for the assumption that text modification facilitates L2 reading comprehension. Although the results confirmed that both simplification and elaboration are effective in enhancing reading comprehension, the researcher recommend elaborated version because of some disadvantages of simplification mentioned before.
The research questions of the present study can be answered in ways, which support the use of modified texts for improving reading comprehension. Although comprehension of simplified input and elaborated input did not significantly differed from comprehension of baseline input for high level proficiency students, modified input facilitated students’ reading comprehension in low level proficiency level.
One of the frequently asked questions in ESL/EFL is : what factors make input more comprehensible to second/ foreign language learners? According to the findings of this study we can suggest one possible answer: the provision of elaborated information in written input enhances the reading comprehension of foreign language learners, especially low-level proficiency learners while exposing them to native like features that are usually absent in simplified input.
The findings of this study can be useful for foreign language teachers as well as EFL reading material developers. They may need to reevaluate their previous assumption that linguistic simplification in the only way of modifying language written input.


REFERENCES


Alderson Charles J. and Richards (1977). Difficulties students encounter when reading
 texts in English. Research and Development unit report.
No 8. Mimeo .Unam, Mexico city

Alderson, Charles J. & Urquhart, A.H. (1984). Reading in a foreign language. New
York;Longman.

Benhardt, E.B. (1991). Reading development in a second language.
            Norwood, N.J.Albex.

Blau, E.K. (1982). The effect of syntax on readability for ESL students in Puerto Rico.
 TESOL Ouartley, 16.

Byrd, H. P. (2000). It’s all the same grammar: Re-thinking grammar at various proficiency levels. Retrieved September, 15, 2007 from http://www.gsu.edu/~eslhpb/grammar/info/same.htm#Tradition
Celce-Murcia, Marianne (1991). Teaching English as a second or Foreign Language.
 (second condition). Boston: Heinie and Heinie publishers.

Chastain, K. (1988). Developing second language skills. Theory and practice.
Harcourt Brace Jovanovic, Inc.

Chaudron, C. (1983). Simplification of input: Topic reinstatements and their effects on
L2 learners’ recognition and recall. TESOL Quarterly, 17.
Chomsky, N. (1959). A review of B.F. Skinner’s verbal behavior. Language, 35(1).

Ferguson, C.A. (1975). Toward a characterization of English foreign talk.
Anthropological Linguistics, 17 (1).

Green, G.M., & Olsen. M.S. (1988). Preferences for and comprehension of original and
readability adopted materials. In A. Davidson, & C.M. Green (eds.) Linguistic complexity and text comprehension; Readability issues recognized. Hillslade, N.J. Lawrence Erlbaum Associate, Inc.

Honeyfield, J. (1997). Simplification. TESOL Quarterly, 11.
Keshavarz, M.H., Atai, M. R., & Ahmadi, H. (2007). Content schemata, linguistic
simplification, and EFL readers’ comprehension and recall. Reading in a Foreign Language, 19,1.

Krashen, S.D. (1985). The input hypothesis. London: Longman.

Krashen, S.D. (1993). Some unexpected consequences pf the input hypothesis. In J.E.
Alatis (ed.). Georgetown University Round Table on Languages and Linguistics: Strategic interaction and language acquisition; Theory, practice and research. Washington, Dc: Georgetown University Press.

Long, M.H. (1996). The role of the linguistic environment in second language
acquisition. In W.C. Ritchie, & T. K. Bhatia (eds.) Handbook of second language acquisition. San Diego: Academic press.

Mirhassani, A. (1995). Reading 1. Tehran: the center for studying and compiling
 university books in humanities.

Mc Laughlin, B. (1987). Reading in second language ; Studies with adult and child
learners. In S. Goldman, & H. Trueba (ed.) Becoming literate in English as a second language. Norwood, NJ: Albex.

Parker, K., & Chaudron, C. (1987). The effects of linguistic simplification and
elaborative modifications on L2 comprehension. University of Hawaii Working papers in ESL, 6.

Sharwood, S. (1993). Input enhancement and instructed second language acquisition.
 Studies in Second Language Acquisition , 15,2.

Schimidt, R. W. (1990). The role of consciousness in second language learning. Applied
 Linguistics, 11, 2.

Skinner, B. F. (1957). Verbal learning. New York: Appleton Century crofts.

Sun-Young, O. (2001). Two types of input modification and EFL reading
 comprehension: Simplification versus elaboration. TESOL Quarterly, 35, 1.

Tweissi, A.I. (1998). The effects of the amount and type of simplification foreign
 language reading comprehension. Reading in Foreign Language , 11, 2.

Urano, K. (1998). Lexical simplification and elaboration: A pilot study on sentence
comprehension and incidental vocabulary acquisition. Term paper submitted to ESL 672( Second Language Research). Honolulu: University of Hawaii at Manoa.

Yano, Y., Long, M.H., & Ross, S. The effects of simplified and elaborated texts on
 foreign language reading comprehension. Language Learning, 44.

ELABORASI VS SIMPLIFIKASI
SERTA  KAITANNYA DENGAN PEMAHAMAN MEMBACA
Saeidah Ahangari
Universitas Islam Tabrizh, Azad
Penerjemah: Laila Nur Barkah
Institut Agama Islam Cipasung, Indonesia
Abstrak
Penggunaan ‘simplifikasi’ dan ‘elaborasi’—untuk meningkatkan input pemahaman, telah menarik perhatian peneliti SLA (Second Language Acquisition). Hal itu dianggap bahwa penyederhanaan  input akan menambah pemahaman terhadap second  language—bahasa Inggris. Tetapi, beberapa peneliti memiliki argumen yang bertentangan dengan hal demikian, dengan alasan (a) penyederhanaan input tidak selalu membantu pemahaman (e.g Blau, 1992), (b) hal itu—penyederhanaan—menghilangkan item input bahasa bahwa pembelajar second language perlu untuk belajar (e.g.Yano, Long dan Ross, 1994). Elaborasi—perluasan—input telah diajukan sebagai alternatif bagi simplifikasi atau penyederhanaan. Itu berdasarkan asumsi bahwa penyederhanaan dapat membantu pada pemahaman tetapi tidak menghalangi pembelajaran bahasa.
Studi saat ini ialah meneliti efek relatif dari dua tipe perubahan input—simplifikasi dan elaborasi—di 120 mahasiswa EFL Iran terhadap pemahaman membaca. Peserta dibagi ke dalam dua level keahlian—tinggi dan rendah, berdasarkan skor tes keahliannya. Dua bacaan berbahasa Inggris yang di dalamnya mencakup tiga format (a) baseline atau dasar; (b) penyederhanaan; (c) Elaborasi yang ditunjukkan kepada peserta. Data tersebut dianalisis dengan tes ANOVA (Analysis of Varian). Hasilnya menunjukkan bahwa perubahan input meningkatkan pemahaman membaca. T-test menghitung antara kedua level keahlian peserta—tinggi dan rendah. Hasilnya menunjukkaan bahwa terdapat perbedaan signifikan antara prestasi keduanya. Pun, hasilnya menyingkap tipe perbedaan dari perubahan teks. Tetapi, elaborasi lebih dianjurkan ketimbang simplifikasi. Sebab elaborasi menyediakan lebih banyak keaslian semacam input. Hal demikian membantu pembaca dalam memahami bacaannya sementara elaborasi tidak menghilangkan item linguistik dan kosakata penting yang barangkali mereka perlukan dalam komuunikasi sesungguhnya. Instruksi dengan input elaborasi akan memperlancar kefasihan membaca teks asli—teks yang tak diubah, yang menjadi tujuan akhir dari pemahaman membaca bahasa asing.
Kata kunci: perubahan input, simplifikasi, elaborasi
1.      Pendahuluan
Titik berat kemampuan membaca seorang pembelajar bahasa asing telah menjadi salah satu topik penting –secara metodologi—dalam ranah bahasa Inggris bagi penutur bahasa lain. Karena, hal ini dianggap sebagai sebuah alat penting dalam pembelajaran seluruh subjek akademik. Saat ini pembaca perlu untuk membaca dan memahami teks-teks bahasa Inggris dengan baik. Hal demikian disebabkan bahasa Inggris tersebar luas dan dunia Internasional menggunakannya.
Membaca memiliki tujuan untuk mengetahui arti atau makna dari suatu teks. Menurut Nunan (1999), “membaca melibatkan proses ide yang distimulasi oleh rangsangan lain dengan bahasa sebagai pengantarnya. Hal itu pun melibatkan operasi proses  kognitif yang sangat kompleks”. Membaca merupakan salah satu macam komunikasi. Hal demikian melibatkan pengiriman informasi dari satu orang kepada yang lainnya.
Mac Laughlin (1987) meyakini bahwa satu dari sekian kecakapan (skill) anak mesti diperoleh di sekolah.  Membaca ialah kegiatan yang lebih kompleks dan sulit. Anak yang  menerjemahkan surat dengan cermat dan tepat ke dalam komunikasi yang bermakna barangkali muncul menjadi suatu penyelesaian bagi sebuah tugas yang rumit. Faktanya, anak ikut serta dalam proses interaktif yang bersifat kompleks yang bergantung pada multiple sub skiil dan jumlah yang sangat besar dari kode informasi (Celce-Murcia, 1991)
Jadi, belajar membaca baik bahasa ibu ataupun bahasa asing—dalam hal ini bahasa Inggris—adalah satu dari sekian banyak tugas penting yang dihadapi oleh seorang pembelajar. Hal ini harus dipertinggi dalam situasi bahasa asing, terutama situasi bahasa asing dalam negeri seperti negara Iran. Supaya berhasil dalam ranah lain—dalam hal  kecakapan berbahasa, membaca merupakan suatu kebutuhan.
Di masa lalu, membaca ialah suatu hal yang diabaikan, sebab titik tekannya berada di speaking (berbicara) dan listening (menyimak) sebagai kecakapan yang memerlukan suatu hasil dari asumsi metode audio-lingual, begitu pula sebagai hasil dari pandangan yang menyatakan bahwa membaca dianggap sebagai suatu proses pasif—dalam hal berbahasa, karena membaca tidak memproduksi wacana seperti halnya seorang pembicara.
Berdasarkan pernyataan di atas, pentingnya membaca adalah suatu hal yang sudah sangat jelas bagi setiap orang. “Pengetahuan membaca bahasa asing—dalam beberapa hal—merupakan suatu hal penting untuk studi akademik, kesuksesan ahli dan pengembangan personal” (Alderson & Urquarhart 1984). Membaca barangkali menjadi kecakapan yang lebih penting yang siswa butuhkan untuk keberhasilan dalam studinya. Sebagai siswa yang jarang mendapatkan kesempatan berbincang langsung dengan penutur asli, kecakapan membaca bisa untuk menutup celah ini. Memperkuat pandangan akan pentingnya kecakapan membaca, Chaistain (1988) mengklaim bahwa pembelajar bahasa memerlukan banyak input yang dipahami dan memerlukan materi bacaan yang menyediakan lebih banyak  bacaan dari sumber yang tersedia. Ruang kelas yang digunakan sebagai materi bacaan yang dapat dipahami bisa membantu untuk mengurangi problem pembelajar.
Menjadi pembaca yang baik mengharuskan pula menjadi seseorang yang memahami dengan baik. Ketepatan pemahaman memerlukan kemampuan menghubungkan naskah atau teks bacaan dengan pengetahuan seseorang mengenai kata-kata, kalimat dan keseluruhan teks yang melibatkan pengetahuan lingustiknya. Sebagaimana Alderson (1977) menjelaskan, setiap tindakan kerap melibatkan pengetahuan seseorang.
Tak dapat disangkal lagi bahwa pemahaman membaca melibatkan dua unsur penting: (a) peranan pembaca; (b) peran dari teks atau naskah dalam aktivitas di ruang kelas. “Pengajaran efektif pemahaman membaca mengharuskan sebuah pemahaman dan analisis dari sifat dasar beserta bagian-bagiannya termasuk teks dan variabel pembaca.” (Keshavarz, Atai & Ahmadi, 2007. hlm.1). Kelas bahasa asing merupakan tempat yang didesain untuk memfasilitasi proses pembelajaran bahasa. Dan di kelas pedagogik, jembatan dibangun oleh guru dan teks untuk melengkapi pembelajar dengan kecakapan dan pengetahuan yang memungkinkan mereka untuk berinteraksi dengan materi bahasa berikut pemahamannya secara lengkap.
Penggunaan ‘simplifikasi’ dan ‘elaborasi’ untuk meningkatkan input pemahaman telah menarik perhatian  peneliti SLA (Second Language Acquisition) Hal itu dianggap bahwa penyederhanaan  input akan menambah pemahaman terhadap bahasa asing—dalam hal ini bahasa Inggris. Tetapi, beberapa peneliti memiliki argumen yang bertentangan dengan hal demikian, dengan alasan (a) penyederhanaan input tidak selalu membantu pemahaman (e.g Blau, 1992), (b) hal itu—penyederhanaan—menghilangkan item input bahasa bahwa pembelajar second language perlu untuk belajar (e.g.Yano, Long dan Ross, 1994). Elaborasi—perluasan—input telah diajukan sebagai alternatif bagi simplifikasi atau penyederhanaan. Itu berdasarkan asumsi bahwa penyederhanaan membantu pada pemahaman tetapi tidak menghalangi pembelajaran bahasa.

2.      PERANAN INPUT DALAM PEMBELAJARAN BAHASA ASING
Input telah didefinisikan sebagai “...berpotensi memproses data bahasa yang tersedia secara kebetulan atau dengan desain untuk para pembelajar bahasa “ (Sharwood Smith 1993).  Pada tahun 1950-1960-an terjadi debat antara Skinner dan Chomsky mengenai penelitian pemerolehan bahasa seorang anak, bagaimana input dihubungkan dengan pemerolehan bahasa. Teori bahasa behaviourist menganggap bahwa pembelajaran bahasa terjadi melalui sebuah stimulus umpan balik—respon. Model pembelajaran ini mengharuskan peniruan sebagai prasyarat untuk belajar bahasa. Pembelajar akan menerima input bahasa melalui listening sebagai stimulus dan belajar melalui peniruan input ini. Peniruan, bersama dengan efek timbal balik yang bersifat korektif berfungsi sebagai penguatan akan mengarah pada keberhasilan intern item bahasa baru yang akan ditambahkan ke dalam tata bahasa pembelajar. Listening memiliki peran penting dalam pandanganbehavioris’ mengenai pembelajaran bahasa, baik sebagai saluran untuk input stimulus dan juga untuk penguatan pembelajaran. Awal teori SLA menugaskan peran utama input ialah sebagai stimulus dan timbal balik.
Pandangan mengenai pembelajaran bahasa ini dibantah oleh Chomsky (1959). Dia menganggap bahwa belajar bahasa ibu tidak sama seperti belajar keterampilan kompleks lainnya, dan manusia memliki faktor bawaan sebagai suatu perangkat pemerolehan bahasa yang dapat digunakan sebagai tindakan atas input bahasa dan menciptakan kemampuan bahasa. Kemudian Chomsky menyatakan bahwa input berfungsi untuk memicu faktor bawaan pembelajaran bahasa dan mekanismenya dengan manusia dilahirkan. Dia tidak menyangsikan pembelajaran dan memahami bahasa yang sedikit melampaui tingkat kompetensi mereka saat ini dalam bahasa asing, tetapi ini merupakan ide bawaan yang memengaruhi peranan yang berasal dari input menurut teoritikus SLA, seperti Krashen (1982, 1994)
Krashen merumuskan suatu teori mengenai pemerolehan bahasa asing yang disebut ‘teori monitor’. Salah satu  prinsip utama teori ini dikenal sebagai hipotesis comprehensible input. Hipotesis ini menyatakan bahwa pembelajar memeroleh kaidah-kaidah dan kosakata dengan mendapatkan dan memahami bahasa yang sedikit melampaui tingkat kompetensi mereka.
Memilih dan menggunakan input adalah aspek utama dalam pengajaran membaca bagaimana kita mengidentifikasi sumber, memilihnya dan membangun tugas di sekitar mereka adalah keputusan yang paling menonjol dalam pengajaran membaca. Input harus menjadi asupan agar diperlukan. Schmidt (1990) menyatakan bahwa input harus diperhatikan agar memperoleh hasil yang sesuai tujuan.

2.1  MODIFIKASI INPUT
Karena memang tidak ada yang meragukan kebutuhan pemahaman input untuk pemerolehan bahasa (SLA), hal ini menarik untuk diteliti bagaimana input ini dibuat untuk pemahaman pembelajar bahasa asing dengan keahlian terbatas. Termotivasi oleh penelitian kemampuan berbicara seorang penjaga atau juru kunci dalam pemerolehan bahasa ibu, peneliti SLA telah menginvestigasi penyesuaian input penutur asli terhadap pembelajar bahasa asing.
Target input untuk pembelajar bahasa asing—bahasa Inggris—sering disebut ‘foreign talk’ atau percakapan asing (Fergusan, 1995) atau disebut ‘teacher talk’—percakapan guru—di situasi dalam kelas. (Chaudron, 1998), dan penelitian mengungkapkan bahwa input untuk non-penutur asli disesuaikan atau diubah ke dalam beberapa cara.
Ketika salah seorang membahas peran modifikasi input, maka perlu diingat mengenai dua kriteria yang berbeda yang dapat diparafrasekan menjadi dua pertanyaan (a) apa yang dimodifikasi? (B) bagaimana hal itu dimodifikasi? Berkenaan dengan pertanyaan pertama, penelitian telah menyelidiki modifikasi pada tingkat bahasa yang berbeda yaitu fonologi, leksikon, sintaksis dan wacana. (Chaudron, 1988) muncul pertanyaan lain, (bagaimana masukan dimodifikasi?) Bisa ditujukan pada modifikasi leksikon dan sintaks.
Modifikasi input dapat dibagi ke dua tipe: simplifikasi (penyederhanaan) dan elaborasi. Penyederhanaan, dalam bentuk sintaks dan kosakata yang lebih kompleks, telah banyak digunakan dalam bahan bacaan bahasa asing—bahasa Inggris—yang diterbitkan secara komersial. Hal itu berdasarkan asumsi bahwa penggunaan kosakata terkontrol dan penggunaan kalimat singkat dan sederhana akan memudahkan pembaca mendapat pemahamannya. Lebih khusus, fitur khas penyederhanaan linguistik termasuk penggunaan tuturan pendek, sintaks sederhana, leksikal sederhana, penghapusan elemen kalimat atau infleksi morfologi, dan preferensi untuk urutan kata-kata baku. (Parker & chaudron, 1987).
Elaborasi adalah bentuk item linguistik asing yang diimbangi dengan pleonasme dan ketegasan (Yano, Panjang, & Ross, 1994). Elaborasi input melibatkan peningkatan pleonasme dan aktualisasi hubungan tematik yang lugas. Informasi yang berlebihan ditambahkan ke teks melalui penggunaan pengulangan, parafrase, dan kata keterangan (Long, 1996). Dengan demikian elaborasi dapat didefinisikan sebagai berikut:
Fiturnya seperti pidato lambat, artikulasinya jelas, tekanannya tegas, parafrase, sinonim dan penyajian kembali, perangkat sinyal retoris. Pengulangan diri, dan memberikan sinyal sintaksis opsional (misalnya penanda klausa relatif dan komplemen) tidak untuk menyederhanakan atau merumitkan bentuk permukaan, .... Sebaliknya, itu merupakan klarifikasi makna saja, peluang untuk pendengar/ pembaca untuk lebih paham dalam komunikasi. (Parker, & chaudron, 1987)
Studi modifikasi input memberikan beberapa bukti untuk nilai komparatif, yang membandingkan antara elaborasi dan simplifikasi bahasa yang keduanya berperan sebagai input.
2.2. Teks Penyederhanaan (Simplifikasi) / Elaborasi
Ketika teks dimodifikasi atau diubah, maka perlu mempertimbangkan faktor-faktor integritas linguistik dan budaya. Bahan otentik dapat diadaptasi. Tapi bahaya dari simplifikasi—penyederhanaan—cukup besar, terutama dengan materi yang memiliki kualitas budaya yang kuat, seperti interpretasi sejarah. Isu yang terlibat dalam penyederhanaan dan modifikasi teks utamanya ialah leksikal dan sintaksis. Contoh pertama adalah: beralih ke asal; beralih dari kata-kata panjang ke kata-kata pendek; beralih dari luasnya gaya pengulangan kata kunci dan menghapus kosakata berlebihan. Contoh yang terakhir adalah: mengurangi kalimat panjang / penggunaan kata penghubung dan beralih dari paragraf menjadi poin-poin.
Meskipun teks sederhana pada umumnya lebih mudah untuk dipahami, beberapa peneliti menentang penggunaan penyederhanaan. Dalam penelitian membaca bahasa ibu, Green & Olsen (1988) menemukan bahwa materi bacaan yang disesuaikan atau disederhanakan ternyata tidak lebih mudah bagi anak-anak untuk memahami bacaan dari teks aslinya. Dalam studi membaca bahasa asing, Blau (1982) menunjukkan bahwa kalimat sederhana tidak selalu membantu pemahaman.
Meskipun penyederhanaan dapat meningkatkan pemahaman dari input tulisan untuk pembaca non-penutur asli, beberapa peneliti telah menunjukkan bahwa itu merugikan. Penggunaan kosakata yang terbatas dan pendek, kalimat sederhana dalam teks sederhana yang mungkin mengakibatkan wacana "berombak, tidak wajar" (Blau, 1982). Dalam istilah pembelajaran bahasa, jika penyederhanaan dapat memfasilitasi pemahaman, maka hal itu memiliki kelemahan penting. Dan pemahaman itu dicapai dengan penghapusan beberapa item bahwa pembelajar bahasa asing perlu belajar. Mengutip dari Yano et al (1994):
Penghapusan item linguistik mungkin tidak akan diketahui dari sebuah teks.
Penyederhanaan dapat memfasilitasi pemahaman tetapi sekaligus akan menolak peserta didik dalam mengakses item yang mereka butuhkan untuk belajar. Penyederhanaan linguistik dapat merugikan terhadap luasnya tujuan dari sebuah teks tertentu, yang peserta  tidak mendapatkannya di luar kelas. Tetapi pembelajaran bahasa yang teksnya ditulis dan pengembangannya dapat dipindahkan ialah bukan teks tertentu dalam keterampilan membaca.
Penyederhanaan dari bahasa dan isi materi bacaan dapat menginduksi pembelajar untuk malah mengembangkan strategi membaca yang tidak tepat pada materi bahasa target yang tidak disederhanakan (Honeyfield, 1977). Karena proses penyederhanaan sering kali membuat hubungan antara potongan-potongan informasi tidak jelas. Hal ini dapat menjadi masalah, terutama ketika tugas tertentu, misalnya, kesimpulan membutuhkan pemahaman dan hubungan di antaranya . Byrd (2000) telah menyebutkan bahaya penggunaan materi yang disederhanakan yang bersifat tidak asli menyatakan bahwa materi-materi ini bisa tetap sulit karena hilangnya konektor dan bahasa lain  memandu pembaca melalui teks" (hal. 2).
Jadi elaborasi dapat digunakan sebagai modifikasi input alternatif, karena hal demikian dapat meningkatkan pemahaman membaca pembelajar dan hal itu tidak menghapus bagian dari materi yang penting. Mereka barangkali perlu belajar dengan cara elaborasi atau menguraikan teks dan pembelajar dapat belajar beberapa materi tambahan dan unsur bahasa juga.
Yano, Long, Ross (1994) menetapkan dua proses berbeda yaitu ‘penyederhanaan’ dan ‘elaborasi’ serta memberikan contoh berikut:
Versi Baseline—dasar:
Karena ia harus bekerja di malam hari untuk menghidupi keluarganya, Paco sering tertidur di dalam kelas.

Versi sederhana:
Paco harus menafkahi keluarganya. Paco bekerja di malam hari. Dia sering tidur di kelas.

Versi yang diuraikan—elaborasi:
Paco harus bekerja di malam hari untuk mendapatkan uang bagi kelangsungan hidup keluarganya, sehingga di hari berikutnya ia sering tertidur di kelas selama pelajaran gurunya.
Dalam versi elaborasi terdapat:
·         Klausa pertama menjadi ide pokok terhadap hubungan selanjutnya atau subordinat
·         Sebutan nama Paco telah dibatasi
·         ‘Untuk mendapatkan uang’ telah ditambahkan untuk membantu dukungan kata
·         ‘Hari berikutnya’ telah ditambahkan untuk mengkonfirmasi sementara / hubungan kasual antara malam kerja dan kelelahan.
·         ‘Selama pelajaran gurunya’ telah ditambahkan untuk menjelaskan di kelas
Dengan cara ini versi elaborasi dapat menjadi lebih panjang dari versi asli, tapi membaca akan lebih alami ketimbang versi sederhananya, dan dapat dipahami lebih baik karena hubungan yang lebih eksplisit.
Dalam studi Yano, Long Ross (1994) ditemukan  bahwa simplifikasi—penyederhanaandan elaborasi keduanya meningkatkan pemahaman pada teks. Tetapi tidak ada perbedaan yang signifikan antara dua pendekatannya. Elaborasi menghasilkan teks yang lebih panjang, dengan penilaian keterbacaan tinggi. Oleh karena itu, tugas menjadi lebih sulit namun skor membaca makin baik (dibandingkan dengan skor membaca teks yang tidak dimodifikasi). Hal itu menggambarkan hasil positif pada efektivitas proses.
Para penulis berpikir bahwa elaborasi lebih unggul ketimbang penyederhanaan karena dua alasan: pertama, elaborasi meningkatkan pemahaman; kedua elaborasi menyediakan bentuk linguistik yang kaya yang mereka—pembelajar—butuhkan untuk belajar bahasa lebih lanjut.
Mereka juga merasa bahwa simplifikasi—penyederhanaan, agaknya menjadikan pembelajar bahasa asing—b. Inggris—lebih lemah atau bisa jadi lebih unggul jika informasi faktual secara eksplisit menyatakan perlu diekstrak. Tapi elaborasi agaknya membantu pembaca yang membutuhkan untuk membuat kesimpulan dari teks. Tweissi (1988) melihat teks penuh yang disederhanakan terhadap leksikal atau sintaksis teks sederhana. Dia menemukan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada efek pemahaman bacaan antara leksikal yang disederhanakan dan teks penuh yang disederhanakan berkenaan dengan penyederhanaan leksikal, yaitu bahwa penyederhanaan penuh dapat mengakibatkan kesulitan pemahaman yang lebih besar.
3. STUDI 
Telah diamati bahwa sebagian besar mahasiswa Iran merupakan pembaca yang miskin dalam bahasa Inggris. Sebagian besar masalah bahasa asing dan pemahaman membaca dipandang sebagai pokok masalah, memaknainya berdasarkan pada asumsi bahwa penyederhanaan akan meningkatkan pemaknaana teks. Banyak penulis dan guru mencoba untuk menyederhanakan teks asli, tapi sayangnya itu menghalangi pembelajar dari berbagai unsur bahasa, bahwa mereka akan kemudian membutuhkannya dalam produksi bahasa mereka.
Dalam makalah ini, modifikasi masukan alternatif, yaitu elaborasi telah disarankan. Tujuannya adalah untuk mengetahui apakah elaborasi akan meningkatkan pemahaman pembelajar tanpa merampas dari unsur bahasa yang penting. Dengan demikian penelitian ini berusaha untuk menentukan keefektifan relatif dari penyederhanaan—simplifikasi—dan elaborasi pada pemahaman membaca mahasiswa EFL Iran pada dua tingkat kemahiran; level tinggi dan mahasiswa yang berkemampuan rendah. Jika elaborasi seefektif penyederhanaan untuk pemahaman, itu merupakan suatu pendekatan alternatif untuk modifikasi input tertulis karena memungkinkan lebih asli seperti input bahasa target.
Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan berikut:
1.      Apakah modifikasi input meningkatkan pemahaman membaca, seperti yang ditunjukkan oleh nilai mahasiswa pada tes pemahaman pilihan ganda?
2.      Akankah pembaca teks versi elaborasi sama pahamnya dengan pembaca teks versi sederhana?
3.      Apakah terdapat hubungan antara kemampuan berbahasa Inggris mahasiswa dan pengaruh jenis modifikasi?
3.1. METODE

3.1.1.Subjek dan Desain

Penelitian ini, yang dilaksanakan pada bulan April 2004 melibatkan 240 mahasiswa EFL di universitas Iran. Mahasiswa dipilih antara tahun pertama dan mahasiswa tahun lalu. Sebelum penelitian dimulai, semua kelas diberikan tes kemampuan TOEFL terlebih dahulu untuk memeroleh hasil yang valid dan reliable. Mahasiswa dibagi menjadi dua tingkat kemahiran dan menyelidiki apakah ada perbedaan yang signifikan dalam tingkat kemahiran antara ketiga kelompok setiap tingkatbaseline, simplified, elaborated
Berdasarkan nilai mereka pada tes TOEFL, 120 mahasiswa yang dipilih untuk penelitian ini: 60 siswa antara siswa tahun pertama yang nilainya lebih rendah dari 50 dari 100, dianggap sebagai tingkat rendah dan 60 mahasiswa tahun lalu dipilih yang telah memeroleh nilai lebih dari 50 dari 100 dianggap sebagai tingkat tinggi.
Kemudian setiap tingkat dibagi menjadi tiga kelompok. Jadi ada enam kelompok di semua tingkat:
·         (HP-B) high proficiency-baseline: mahasiswa level tinggi diberikan teks dasar
·         (HP-S) high proficiency-simplified: mahasiswa level tinggi diberikan teks yang disederhanakan.
·          (HP-E) high proficiency-elaborated: mahasiswa level tinggi diberikan teks versi elaborasi.
·         (LP-B) low proficiency-baseline: mahasiswa level rendah yang diberikan teks dasar.
·         (LP-S) low proficiency-simplified: mahasiswa level rendah yang diberikan teks yang disederhanakan
·          (LP-E) low proficiency-elaborated: mahasiswa level rendah yang diberikan teks versi elaborasi
Untuk memverifikasi bahwa mahasiswa di setiap tingkat kemahiran bersifat homogen pada tingkat itu, analisis ANOVA (Analysis of Varian) dilakukan antara kelompok setiap tingkat. Untuk kelompok tingkat rendah (yang dihitung F dengan df 2/57 = 1.36, dengan alpha 0.5). Itu lebih kecil dari F kritis (5,01) dan menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan secara statistik antara skor TOEFL dari tiga subbaseline, simplified, elaborated. Untuk kelompok tingkat tinggi (yang dihitung F dengan df 2/57 = 0,04, dengan alpha ditetapkan pada .05). Itu juga lebih kecil dari F kritis (5,01) yang menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan antara skor sub  bentuk bacaan. (Lihat tabel 1 dan 2).
Tabel 1. Tabel  analisis varian untuk tes kemahiran level rendah
Sumber Variasi

Jumlah Kuadrat (s2)

df

Skor Mean

f

Antar Kelompok
247
2
123.5

Dalam kelompok
5138.85
57
90.155
1.36
Total
5385.85
59


Tabel 2. Tabel analisis varian untuk tes kemahiran level tinggi
Sumber Variasi

Jumlah Kuadrat (s2)

df

Skor Mean

f

Antar Kelompok
7.04
2
3.52

Dalam kelompok
4679.9
57
82.10
0.04

......
...


Total
4686.94
59



3.1.2.MATERI

BASELINE—DASAR BACAAN
Dua bagian  yang diadopsi untuk penelitian ini dipilih dari bacaan 1 (Mirhassani 1995). Bagian yang dipilih, adalah bagian yang agak sulit, sehingga kita bisa menyederhanakan dan memperluasnya—elaborasi. Mereka tidak membutuhkan latar belakang pengetahuan khusus untuk meminimalkan kemungkinan pengaruh skema isi pada tugas membaca. Keakraban pembelajar dengan masing-masing bagian tersebut diperiksa dan peneliti menjadi yakin bahwa mereka tidak begitu akrab dengan bagian-bagian ini.
MODIFIKASI BACAAN
Sebuah Tujuan utama penelitian adalah untuk menguji pengaruh modifikasi input pada pemahaman membaca, sehingga tiga versi yang disiapkan: dasar, sederhana dan elaborasi, masing-masing dari dua bagian. Total enam bagian. Bagian yang disederhanakan mengandung kalimat pendek, kosakata lebih mudah tetapi struktur kurang kompleks. Klausa yang tertanam diubah menjadi dua kalimat terpisah. Kata berfrekuensi rendah dihilangkan atau diganti dengan sinonimnya.
Bagian elaborasi dibuat dengan menambahkan informasi berlebih untuk teks melalui penggunaan repetisi, parafrase, keterangan tambahan, contoh, sinonim dan definisi kosakata berfrekuensi rendah.
Contoh:
Teks Dasar:
Ketika ia mendekat di sebelah sana, ia merasa jantungnya berdebar-debar, meluap-luap, ini artinya, titik awal kenyataan terjadi dalam hidupnya.  Betapa seringnya ia membayangkan hal itu, ketika ia berada di kerumunan mahasiswa, ia melihat suatu demonstrasi di kota Professor Lamplough.

Teks Sederhana
            Ketika ia datang mendekat di sebelah sana, jantungnya berdetak cepat,. Ia merasa penting untuk memulai waktu ini dalam hidupnya. Sebelum ia menyaksikan dan menyimak paparan dari pihak rumah sakit professor lamloughin bersama temannya, ia telah membayangkan momen ini. 

Teks Elaborasi
            Saat ia mendekat dan datang di sebelah sana dengan jantung yang berdebar cepat, ia merasa luar biasa dan meluap-luap dalam momen ini. Momen ini merupakan kenyaataan awal kehidupan medisnya. Betapa sering ia membayangkan dan menggambarkan situasi ini ketika ia masih menjadi mahasiswa  di antara kumpulan mahasiswa lainnya sementara ia menyaksikan suatu demonstrasi atau penjelasan dari Professor Lamplough di salah satu tempat di rumah sakit.

3.1.2.2.Tes Pemahaman Membaca

Pemahaman mahasiswa tentang teks diukur dengan 20 soal tes pilihan ganda yang terdiri dari 10 item untuk setiap versi dari bagian pertama dan 10 item untuk setiap versi bagian kedua. Semua mahasiswa mengambil tes yang sama terlepas dari bentuk bacaan yang mereka baca. Mahaasiswa diminta untuk membaca dan mencoba memahami dua bagian dan menjawab 20 pertanyaan pilihan ganda. Para siswa bisa kembali ke teks selama uji pemahaman.

4.      ANALISIS DATA

Data yang diperoleh melalui tes dibagi menjadi kelompok-kelompok sesuai dengan tingkat kedua mahasiswa berkemampuan tinggi atau rendah dan bentuk membaca bagian-bagian (B, S, E) yang diberikan.  Jadi ada enam kelompok: (HP-B), (HP-S), (HP-E) dan (LP-B), (LP-S), (LP-E) pada masing-masing kelompok data yang dikumpulkan dari 20 siswa . Dalam kemampuan level rendah totalnya 60 siswa. Demikian pula, di level kemahiran yang tinggi 60 siswa membentuk tiga kelompok.
Data dianalisis dengan cara melakukan one way ANOVA (analisis varian satu jalan) antara ketiga kelompok di setiap level. Dengan alpha ditetapkan sebesar 0.5. (Lihat tabel 4 untuk hasil tingkat rendah dan tabel 5 untuk hasil tingkat tinggi) skor mentah (0-20) yang masing-masing menunjukkan tingkat pemahaman untuk setiap mahasiswa di salah satu versi teks, kemudian dijumlahkan. Sehingga nilai mahasiswa dalam tes pemahaman membaca merupakan variabel terikat  untuk ANOVA.

 











4.1.  HASIL

Seperti yang ditunjukkan oleh nilai rata-rata pada tes pemahaman 20 item (tabel 3 siswa dalam kelompok level tinggi mengambil versi sederhana dari teks, skor tertinggi (M = 16,5), diikuti oleh mahasiswa yang membaca versi elaborasi (M = 16,4) dan siswa di level tinggi yang membaca baseline mendapat nilai terendah (M = 16,25).
Di level kemampuan rendah, mahasiswa membaca teks sederhana yang menunjukkan nilai tertinggi (M = 14,95) diikuti oleh membaca versi elaborasi (M = 14,5), dan mereka yang membaca teks-teks dasarbaseline—mendapat nilai sangat rendah  (M = 10.5)

Tabel 3: mean dan standar deviasi untuk skor pemahaman berdasarkan jenis teks
Level dan Versi Teks


N
M
SD
High proficiency



Baseline
20
16.25
2.17
Penyederhanaan
20
16.5
1.90
Elaborasi
20
16.4
1.84
Low proficiency



Baseline
20
10.5
2.72
Penyederhanaan
20
14. 95
1.86
Elaborasi
20
14.5
2.66

Menurut hasil dari one-way ANOVA untuk kelompok tingkat tinggi (Table.4) tidak ada perbedaan yang signifikan antara skor dari tiga kelompok dengan tiga versi teks yang berbeda: (F = 0,08, df = 2/57, p = .05).  Ketika F kritis (5,06) lebih besar dari F hitung (0,08), maka perbedaan tidak bermakna.

Tabel 4.  tabel analisis varian untuk perolehan tes membaca level tinggi

Sumber Variasi

Jumlah Kuadrat (s2)

df

Skor Mean

f

Antar Kelompok
0.64
2
0.32

Dalam kelompok
223.55
57
3.92
0.08

......
...


Total
224.19
59



Tetapi untuk kelompok level rendah dihitung F (F = 20,65, df = 2/57, p = 0.5) yang lebih dari F kritis (5,06) menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara kinerja tiga kelompok .

Tabel 5. Tabel analisis varian untuk perolehan tes membaca level rendah
Sumber Variasi

Jumlah Kuadrat (s2)

df

Skor Mean

f

Antar Kelompok
247.44
2
123.72

Dalam kelompok
341.5
57
5.99
20.65

......
...


Total
588.94
59



Sebagai nilai rata-rata dari versi elaborasi dan versi sederhana yang dekat satu sama lain, tetapi mereka sangat berbeda dengan versi awal, perhitungan post hoc dilakukan antara (LP-E) dan (LP-B) kelompok. Sebuah post hoc independen t-test dihitung antara mahasiswa tingkat rendah membaca teks awal dan mahasiswa tingkat rendah membaca teks elaborasi menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara kinerja dua kelompok; dihitung t (t = 3.25, df = 38, p = 0.5) lebih dari t kritis (2,021).


5.      DISKUSI

Motivasi penelitian paling penting dalam pertanyaan studi ini adalah apakah modifikasi input meningkatkan pemahaman membaca? Hasil prosedur ANOVA memberikan dukungan yang kuat untuk jawaban positif terhadap pertanyaan penelitian penting ini; mahasiswa yang telah membaca bagian-bagian yang diubah mendapat nilai lebih tinggi pada tes pemahaman dibandingkan dengan mahasiswa pada tingkat kemahiran yang sama yang membaca versi yang tidak diubah.
Mahasiswa LP (Low Level Proficiency) yang telah membaca bagian-bagian yang diubah mengungguli mereka yang membaca versi dasar. Mahasiswa HP (High Level Proficiency) yang telah membaca bagian-bagian yang diubah lebih baik ketimbang mereka yang membaca versi dasar, meskipun perbedaan nilai mereka secara statistik tidak signifikan.
Jawaban untuk pertanyaan kedua juga positif, karena tidak ada perbedaan yang signifikan antara nilai siswa yang telah membaca bagian-bagian yang disederhanakan dan nilai siswa yang telah membaca versi elaborasi.
Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa, mengingat diberikannya jenis yang sama dari bagian, mahasiswa kelompok level tinggi selalu memeroleh nilai lebih tinggi dibanding mahasiswa kelompok level rendah pada tes pemahaman membaca. Maka, versi modifikasi lebih efektif bagi mahasiswa level rendah dari pada mahasiswa level tinggi. Jadi, 3 pertanyaan penelitian dijawab dengan cara yang positif, ada hubungan antara tingkat kemampuan bahasa Inggris mahasiswa dan pengaruh jenis modifikasi yaitu teks yang diubah lebih dipahami dan efektif untuk mahasiswa level rendah dari pada mahasiswa level tinggi. Mahasiswa LP mendapat manfaat dari modifikasi input pada sebuah perluasan yang lebih besar dari yang dilakukan mahasiswa HP.
6.      KESIMPULAN

Penelitian ini telah mempresentasikan beberapa dukungan untuk asumsi bahwa modifikasi teks memfasilitasi pemahaman membaca bahasa aasing. Meskipun hasilnya menegaskan bahwa keduanya—penyederhanaan dan elaborasi, efektif dalam meningkatkan pemahaman membaca. Peneliti merekomendasikan versi elaborasi karena beberapa kelemahan penyederhanaan yang telah disebutkan sebelumnya.
Pertanyaan penelitian dari studi ini dapat dijawab dengan cara mendukung penggunaan teks yang diubah untuk meningkatkan pemahaman membaca. Meskipun pemahaman input penyederhanaan dan input modifikasi tidak berbeda secara signifikan dari pemahaman input dasar untuk mahasiswa berkemampuan tinggi, input modifikasi memfasilitasi pemahaman membaca  mahasiswa yang berkemampuan rendah.
Salah satu pertanyaan yang sering diajukan di ESL / EFL adalah: faktor apa yang membuat input lebih dipahami oleh pembelajar bahasa asing? Berdasarkan temuan studi ini kita dapat menyarankan satu jawaban yang mungkin: penyediaan informasi yang diuraikan—dielaborasi— dalam input tertulis dapat meningkatkan pemahaman membaca seorang pembelajar bahasa asing, terutama pembelajar berkemampuan rendah sementara membeberkannya seperti bagian-bagian yang biasa ada dalam input yang disederhanakan.
Temuan penelitian ini dapat bermanfaat bagi para guru bahasa asing serta pengembang bahan bacaan EFL. Mereka mungkin perlu mengevaluasi kembali asumsi sebelumnya bahwa penyederhanaan linguistik merupakan satu-satunya cara untuk memodifikasi input bahasa tertulis.