MAJAS PERSONIFIKASI, ANTARA BAHASA ARAB DAN
BAHASA INDONESIA*)
Oleh: Laila Nur Barkah
الاستعارة المكنيّة merupakan bagian dari rumpun علم البيان. الاستعارة المكنيّة (al-isti’ārah al-makniyyah) dalam bahasa Indonesia dapat disamakan dengan ‘majas
personifikasi’. Yaitu jenis kiasan yang menggambarkan benda-benda mati atau
barang-barang yang tidak bernyawa seolah-olah memiliki sifat-sifat kemanusiaan.
Penggunaan الاستعارة المكنيّة (al-isti’ārah al-makniyyah) banyak kita temui dalam karya-karya sastra
seperti puisi, novel, cerpen dan sebagainya. Bahkan dalam kitab suci umat
islam: Al-Qur’an.
Contoh-contoh الاستعارة المكنيّة (al-isti’ārah al-makniyyah) atau majas personifikasi:
1.
﴿وَلَمَّا سَكَتَ عَنْ مُوسَى الْغَضَبُ ......﴾ [الأعراف: 154]
Dan ketika kemarahan Musa telah diam
2.
من قول أيليا
أبو ماضي: خانت عهودى بعد ما ملكتهما قلبي فكيف أطيق أن أتبسما
Elia Abu Madhi berkata, “Janji-janji telah mengkhianatiku
ketika kalbu telah menguasainya. Bagaimana mungkin jiwaku sanggup
mengembangkan senyum manisnya”.
(“La tahzan”, Dr. Aidh Al-Qarni)
3. Dan taman tersenyum
Bunga-bunga mengangguk di
sekitarnya
(”Kupu-kupu”, Acep Zamzam Noor)
4. Menyaksikan keakraban Dedi dengan listrik sering membuatku tergoda, tetapi
ngeri mencoba. Barangkali listrik juga mengawiniku waktu itu.
Karena sejak kesetrum, satu keanehan muncul: aku jadi senang menontoni petir. (“Supernova
Petir”, Dee)
5. Jam dinding pun tertawa
Tapi ku hanya diam dan membisu
(“Pelangi Di
Matamu”, Jamrud)
Jika
kita analisis contoh-contoh di atas, maka dapat disimpulkan bahwa isti’ārah al-makniyyah (majas personifikasi)—dalam bahasa Arab dan
bahasa Indonesia, keduanya menggambarkan benda mati seolah-olah memiliki sifat manusia
dan mampu melakukan tindakan seperti yang dilakukan manusia.
Namun,
terdapat perbedaan di antara keduanya—isti’ārah al-makniyyah (majas
personifikasi) dalam bahasa Arab dan
bahasa Indonesia. Sebelum menguraikan perbedaannya, mari kita simak ayat
Al-Quran yang mengandung isti’ārah makniyyah berikut ini,
﴿قَالَ رَبِّ إِنِّي وَهَنَ الْعَظْمُ مِنِّي وَاشْتَعَلَ
الرَّأْسُ شَيْبًا .....﴾
[سورة
مريم:4]
Dia (Zakaria) berkata, “Ya Tuhanku, sungguh
tulangku telah lemah dan kepalaku telah menyala.
Penjelasan sederhana mengenai ayat di atas
dalam kitab تيسير البلاغة yang ditulis oleh Prof. Dr. Usamah Al-Bahiri,
seorang profesor di fakultas adab Universitas Tonto. Adalah kepala Nabi Zakaria
diserupakan dengan kayu bakar yang menyala. Lalu ‘kayu bakar’ yang menjadi musyabbah
bih (hal yang dijadikan persamaan) dibuang. Tetapi sifat ‘menyala’ dari
kayu bakar tidak dibuang melainkan disandarkan dengan musyabbah (hal
yang dipersamakan). Dan pada ayat di atas, yang menjadi musyabbah ialah
lafadz ar-ra’su yang berarti ‘kepala’. Kemudian musyabbah bersandar
dengan sifat atau karakter musyabbah bih—atau biasa disebut qarinah,
menjadi ‘kepala yang menyala’. Selanjutnya maksud dari kepalaku telah
menyala ialah kepala Nabi Zakaria telah dipenuhi uban.
Jika kita membaca kembali pengertian isti’ārah
makniyyah, ayat Al-Quran di atas termasuk ke dalam bagian contoh isti’ārah
makniyyah. Berikut ini adalah pengertian isti’ārah makniyyah,
ماحذف فيها
المشبّه به ورمز له بشيء من لوازمه
Isti’ārah
yang dibuang musyabbah bih-nya (hal yang dijadikan persamaan). Dan sebagai
isyaratnya ditetapkan salah satu sifat khasnya.
Dari
contoh di atas bisa ditarik simpulan bahwa isti’ārah makniyyah (majas
personifikasi) dalam bahasa Arab, tidak selalu meletakkan sifat insani pada
benda mati. Tetapi, bisa terjadi sifat suatu benda disandarkan pada benda atau
materi lain.
Selanjutnya,
ada beberapa jenis isti’ārah makniyyah (majas personifikasi) dalam bahasa
Arab, yaitu sebagai berikut:
1. Berdasarkan lafadz musta’ar-nya
a. Isti’ārah Makniyyah Ashliyyah, apabila isim (kata benda) yang dijadikan isti’ārah
berupa isim jamid.
Contoh: عَضَّنَا الدَّهْرُ بِنَابِهْ
لَيْتَ مَاحَلَّ بِنَابِهْ
Masa menggigitku dengan taringnya, aduhai seandainya gigi
taringnya terkena penyakit. (Terjemah Al-Balāghatul Wādihah)
b. Isti’ārah Makniyyah Taba’iyyah, apabila lafadz yang dijadikan isti’ārah berupa isim
musytaq atau fiil (kata kerja).
Isim musytaq
2. Berdasarkan kesesuaian musyabbah dan musyabbah bih-nya
a. Isti’ārah Makniyyah Murasysyahah ialah isti’ārah yang disertai penyebutan
kata-kata yang relevan dengan musyabbah bih.
b. Isti’ārah Makniyyah Mujarradah ialah isti’ārah yang disertai penyebutan kata-kata yang relevan
dengan musyabbah
c. Isti’ārah Makniyyah Muṭlaqah ialah isti’ārah yang tidak disertai penyebutan
kata-kata yang relevan dengan musyabbah bih maupun musyabbah.
Namun, tidak terdapat jenis-jenis majas personifikasi
dalam bahasa Indonesia.
***
Maka, berdasarkan pembahasan di atas, dapat
disimpulkan bahwa terdapat persamaan dan perbedaan antara isti’ārah
makniyyah (majas personifikasi) dalam bahasa Arab dan bahasa Indonesia.
Adapun persamaannya ialah keduanya—isti’ārah al-makniyyah (majas
personifikasi) dalam bahasa Arab dan bahasa
Indonesia, menggambarkan benda-benda mati seolah memiliki sifat insani.
Sedangkan perbedaannya, a) dalam bahasa
Indonesia, majas personifikasi menggambarkan semua benda mati seolah mampu
melakukan tindakan seperti manusia. Namun dalam bahasa arab tidak seluruhnya
demikian; b) majas personifikasi dalam bahasa Indonesia tidak sama halnya
dengan bahasa Arab yang memiliki jenis-jenis isti’ārah makniyyah (majas
personifikasi).
Dan, akhirnya, memang bahasa Arab memiliki
majas personifikasi yang lebih kaya
dibanding bahasa Indonesia.
Wallāhu’alam[]
*) Tulisan ini merupakan hasil penelitian untuk
tugas akhir—skripsi. Dengan judul skripsi:
الاستعارة
المكنيّة (دراسة تقابليّة بين اللغة العربيّة واللغة الإندونيسيّة)
keyword: majas personifikasi, isti'arah makniyyah, ilmu balaghah, linguistik arab